Translate

Sunday, July 22, 2018

Perkembangan Blockchain


Teknologi cryptocurrency tidak serta-merta muncul pada tahun kelahiran bitcoin, yakni sekitar 2009. Di tahun 1996, Bruce Schneier, dalam bukunya Applied Cryptography, telah membahas dasar-dasar teknologi digital-cash ini. Bentuk awal teknologi yang dibahas oleh Bruce Schneier memiliki prinsip-prinsip desain yang serupa dengan cryptocurrency mutakhir meskipun detil cara kerjanya sangat jauh berbeda. Apa sebenarnya prinsip dasar serta tujuan teknologi digital-cash? Dari namanya kita boleh menyimpulkan bahwa tujuannya adalah menirukan transaksi menggunakan uang kas dalam bentuk digital. Mengapa menirukan uang kas? Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu mengenali idealisme yang menjadi dasar lahirnya digital-cash. Dalam artikel ini, teknologi digital-cash atau cryptocurrency selanjutnya akan kita sebut sebagai protokol.

Teknologi memungkinkan kita melakukan transaksi elektronik yang jauh lebih praktis dibanding transaksi menggunakan uang kas. Dengan transaksi elektronik, kita hanya perlu membawa kartu ATM / debit ataupun kartu kredit untuk melakukan transaksi. Bahkan saat ini kita hanya perlu menjalankan aplikasi di smartphone untuk melakukan transaksi. Transaksi menggunakan uang kas yang merepotkan lambat laun kita tinggalkan. Lalu, apa yang sebenarnya diinginkan dari protokol digital-cash? Transaksi elektronik, bagaimanapun praktisnya, selalu meninggalkan jejak digital. 

Hal ini memungkinkan penyedia layanan untuk mengetahui berbagai informasi berkenaan dengan transaksi yang kita lakukan. Di sisi lain, dengan uang kas kita dapat melakukan transaksi secara anonim yang berartu subyek yang bertransaksi tidak dapat diketahui dengan mudah karena transaksi ini tidak mengharuskan pencatatan identitas pelaku transaksi. Mengapa ada orang yang menginginkan transaksi secara anonim? Ada beberapa urusan jual beli yang bersifat privat, sebut saja misalkan pembelian obat untuk penyakit tertentu. Secara umum, karakteristik anonim diinginkan karena orang seringkali perlu melepaskan diri dari kendali dan pengamatan oleh pihak lain. Sisi negatifnya, karakteristik ini tentu juga disukai oleh pelaku transaksi ilegal. Selain anonim, karakteristik lain yang ingin ditiru dari uang kas adalah biaya transaksinya yang sangat kecil. Ini karena uang kas dapat dipindahkan dari satu orang ke orang lain secara langsung tanpa bantuan bank atau penyelenggara layanan finansial lainnya.




Menirukan karakteristik uang kertas atau koin ke bentuk digital ternyata bukan perkara sederhana. Apa saja karakteristik yang harus dimiliki digital-cash? Pertama, digital cash harus memiliki fitur keamanan yang menjamin keasliannya sebagaimana uang kertas dan koin yang dirancang dengan ciri-ciri fisik tertentu agar sulit dipalsukan. Secara teknis, salah satu cara untuk memenuhi hal ini adalah dengan menggunakan sertifikat digital. Kedua, digital-cash harus anonim yang berarti tidak boleh meninggalkan jejak digital yang dapat mengungkapkan identitas dari pelaku transaksi. 

Digital cash akan sangat berbeda dari transaksi elektronik lain yang berlangsung dengan cara memindahkan nilai uang tertentu dari akun pengirim ke akun penerima dengan identitas pemilik yang jelas untuk masing-masing akun tersebut. Ketiga, digital-cash harus aman dari tindakan penggunaan-ulang uang yang sama untuk transaksi yang berbeda atau yang biasa disebut double-spending. Dalam kasus uang kertas atau koin, ketika seseorang sudah membelanjakan uang tertentu ke pihak lain maka uang tersebut akan secara fisik berpindah ke tangan pihak kedua sehingga pihak pertama tentu tidak dapat menggunakan uang yang sama. Ini sangat berbeda dengan kasus digital-cash yang tidak memiliki wujud fisik. Ketika seseorang melakukan pembayaran ke pihak lain menggunakan unit digital-cash dengan nilai tertentu, orang tersebut masih mungkin mengulang penggunaan unit uang yang sama untuk transaksi yang berbeda. Tiga hal inilah yang menjadi karakteristik utama digital-cash.

David Chaum merupakan pengusung paling awal protokol digital-cash melalui papernya di tahun 1982 yang berjudul Blind Signatures for Untraceable Payments. Beberapa teknologi keamanan informasi digital seperti enkripsi-kunci-publik dan Pretty Good Privacy (PGP) diciptakan dengan tujuan untuk melindungi aspek privasi dari pengguna internet. Teknologi ini meminimalkan risiko adanya otoritas tertentu yang memiliki kendali yang terlampau besar terhadap publik melalui penguasaan informasi privat milik individu. Protokol digital-cash kurang lebih berawal dari idealisme yang sama yakni bagaimana melindungi privasi pengguna uang dari pemantauan oleh pihak lain. Pihak lain ini dapat berupa orang, pemerintah ataupun korporasi. 

Dengan pijakan idealisme yang sama, David Chaum mendirikan perusahaan DigiCash untuk memasarkan protokol ciptaannya. Salah satu kritik terhadap protokol DigiCash adalah bahwa protokol tersebut masih memerlukan otoritas terpusat untuk memastikan bahwa keseluruhan sistem trusted (dan otoritas tersebut adalah DigiCash). Digital-cash yang ideal seharusnya tidak bergantung pada otoritas tertentu, baik perorangan, government ataupun korporasi.

Idealisme ini mengakar dengan kuat di komunitas Cipherpunks yang digagas oleh Timothy May dan Eric Hughes di tahun 1992. Berikut adalah pesan dari Eric Hughes menyangkut privasi yang dimunculkan ketika pengguna mengakses salah satu aplikasi ciptaannya: 

"Cypherpunks assume privacy is a good thing and wish there were more of it. Cypherpunks acknowledge that those who want privacy must create it for themselves and not expect governments, corporations, or other large, faceless organizations to grant them privacy out of beneficence."

Digital-cash merupakan bagian dari gerakan ini dan oleh karenanya pengembangan protokol digital-cash terus berlanjut bahkan setelah bangkrutnya DigiCash pada 1997. Perlahan idealisme digital-cash bahkan berkembang lebih jauh. Semula pendukungnya hanya menghendaki perlindungan privasi dalam bertransaksi, belakangan berkembang menjadi ide untuk menciptakan sistem keuangan baru sebagai tandingan sistem keuangan yang ada. DigiCash sebagai bentuk awal digital-cash sejatinya hanya dibuat untuk merealisasikan karakteristik uang kas namun tetap dengan menggunakan mata uang yang berlaku. DigiCash sama sekali tidak bermaksud menciptakan jenis mata uang (currency) baru. 

Uang kertas dan koin merupakan bagian sangat kecil dari seluruh uang yang beredar. Bagian lain yang cukup besar berbentuk uang elektronik. Kita semua memerlukan bank, perusahaan kartu kredit atau penyedia layanan lainnya untuk bertransaksi menggunakan uang elektronik. Hal ini yang dilawan oleh komunitas pengusung digital-cash. Penggunaan uang kertas dan koin bahkan juga masih memerlukan peran pemerintah ataupun bank sentral. Seberapa banyak uang yang diedarkan oleh pemerintah akan langsung mempengaruhi nilai tukarnya. Bagaimana jika pemerintah mencetak terlalu sedikit atau terlalu banyak uang? Mengapa nilai tukar mata uang tertentu selalu menurun dari waktu ke waktu? Hal inilah yang akhirnya mendorong komunitas ini menciptakan mata uang baru dalam bentuk digital-cash yang memiliki perilaku seperti uang-komoditas (commodity money atau hard-currency). 

Mengapa uang-komoditas? Sebagian ahli berpendapat bahwa uang-komoditas berasal dari barang komoditas yang bertransformasi secara alami menjadi uang. Artinya, publik secara sukarela menerimanya sebagai alat tukar yang sah. Seberapa banyak uang-komoditas yang beredar pada saat tertentu sepenuhnya bergantung pada mekanisme pasar. Ini berbeda dengan uang-fiat yang legalitasnya ditetapkan oleh otoritas terpusat yakni pemerintah. Pendukung digital-cash selanjutnya berupaya untuk mewujudkan jenis mata uang baru serupa uang-komoditas dalam bentuk digital yang kemudian lazim disebut sebagai cryptocurrency. Selain tiga karakteristik digital-cash yang telah kita bahas sebelumnya, cryptocurrency harus memenuhi dua karakteristik tambahan. Pertama, penciptaan unit tertentu cryptocurrency harus cukup sulit. Tujuannya agar ketersediaan uang tetap terbatas sebagaimana emas (sebagai uang-komoditas) yang juga terbatas ketersediaannya. Dengan karakteristik ini, cryptocurrency diharapkan tidak rentan terkena inflasi. Kedua, kendali penciptaan uang sepenuhnya ada di tangan publik atau komunitas pengguna. Penciptaan uang tidak boleh terpusat pada otoritas apapun, baik perorangan, pemerintah, bank sentral ataupun korporasi.

Setelah DigiCash, pada tahun 1997 Adam Smith mengajukan teknik yang disebut hashcash untuk memecahkan salah satu masalah utama digital-cash, yaitu: bagaimana menghasilkan file digital yang tidak dapat berulang kali digandakan. Adam Smith mengajukan mekanisme proof-of-work yang mengharuskan komputer untuk melakukan serangkaian proses tertentu sebelum menghasilkan unit hashcash. Proof-of-work ini merupakan salah satu tulang-punggung protokol Bitcoin yang digunakan untuk memastikan bahwa uang tidak terlalu mudah diciptakan. Protokol awal ini kemudian terus diperbaiki diantaranya oleh Nick Szabo yang pada tahun 1998 mengajukan bit-gold, lalu Wei Dai yang mengajukan b-money sebagai anonymous, distributed electronic cash system dan juga Hal Finney yang mengajukan RPOWs (reusable proofs of work). Hal Finney inilah yang belakangan menjadi partner paling awal Satoshi Nakamoto saat mengembangkan prototip bitcoin. Setelah tahun 1999, pengembangan protokol digital-cash tampaknya menemui jalan buntu dan bahkan sering disamakan dengan upaya untuk mengubah arang menjadi intan. Baru pada Agustus 2008, Satoshi Nakamoto mendadak muncul dengan mengajukan skema protokol baru bernama Bitcoin. Ethereum, litecoin, Ripple dan cryptocurrency lainnya selanjutnya menyusul dalam beberapa tahun setelahnya. Protokol cryptocurrency dalam bentuk yang mutakhir selalu memiliki beberapa teknologi dasar, yakni: proof of work, sistem terdistribusi dan blockchain. Tiga teknologi ini dapat merealisasikan keseluruhan tiga karakteristik utama digital-cash dan dua karakteristik tambahan cryptocurrency.

Jadi, digital-cash yang berkembang dalam sepuluh tahun terakhir ini bukan hanya merupakan protokol uang kas dalam bentuk digital. Bitcoin, ethereum, litecoin dan ripple, serta dengan program baru yang sering muncul dengan bounty yang luar biasa seperti arbitao (ATAO) juga sekaligus merupakan jenis mata uang baru. Karena itulah nama cryptocurrency menjadi lebih cocok, yakni sejenis mata uang yang tercipta berbasis pada teknik kriptografi. Cryptocurrency ini lahir dari idealisme yang pada awalnya diusung oleh komunitas Cypherpunk. Publik berhak memiliki jenis uang yang tidak mengancam privasi ketika digunakan, tahan terhadap inflasi karena ketersediaan (supply) yang terbatas, serta keberlangsungannya tidak bergantung pada otoritas yang terpusat.

Tuesday, July 4, 2017

KENAPA ORANG YAHUDI MEMANJANGKAN JAMBANGNYA, MEMAKAI JAS DAN TOPI BUNDAR (FEDORA)?


Jika kita melihat orang-orang Yahudi di internet, TV, media dan sebagainya pastinya kita melihat mereka memakai pakaian yang seragam. Hampir semuanya memakai jas hitam panjang dan topi bundar (fedora). Tidak hanya itu, mereka juga memanjangkan jambang-jambang mereka yang kita lihat lucu juga.

Itu yang membuat saya penasaran dan curious. Kira-kira kenapa mereka memanjangkan jambangnya? kenapa mereka memakai topi fedora dan kenapa memakai jas panjang berwarna hitam.

Pembahasan kali ini masuk kedalam kategori mengenal Agama. Pastinya membaca atau tidaknya artikel ini tidak menambah atau mengurangi iman seseorang. Tulisan ini hanya sebagai wawasan tambahan kita.

Perlu pembaca ketahui, mencari informasi lengkap mengenai topik ini sangat sulit. Saya sendiri belum menemukan buku yang benar-benar membicarakan bagaimana cara berpakaian kaum Yahudi yang membahas jas dan topi fedoranya. Informasi yang saya dapat sendiri adalah hasil pemahaman saya dari situs-situs website Yahudi dan berbahasa Inggris serta juga dari Youtube. Oleh karenanya tentu masih banyak kekurangan informasi yang saya bagikan, pun juga mungkin jika ada kesilapan mohon diperbaiki dikolom komentar.

Jadi temen-temen, dalam ajaran Yahudi juga mengatur cara berpakaian dengan sebutan Kosher. Istilah ini dalam agama Islam spesifiknya hampir disamakan dengan halal-haram dalam Islam. Jika Islam mengatur bagaimana pakaian yang sesuai syar'i (halal) dan juga yang dilarang (haram), begitu pula dengan ajaran Yahudi ini. Mengenai Kosher sendiri in sya Allah akan saya bahas di postingan berikutnya.

Mengenai jambang Yahudi ini saya kutip dari tulisan Andy Naburju di kompasiana. Sebenarnya tidak semua Yahudi memanjangkan jambangnya, melainkan hanya Yahudi Orthodox sesuai interpretasi mereka atas intruksi yang ada dalam Torah. Dan juga ada perbedaan style antara sekte Heredi, Yemenite dan Hasidic.

Jambang ini oleh Yahudi disebut dengan Peyot. Kata peyot, yang juga disebut pe'ot, pe'at, payot, adalah bentuk jamak dari pe'ah. Kata pe'ah artinya sudut atau samping. Orang Yahudi Yemenite menyebutnya dengan istilah simanin/simonim yang secara harfiah artinya tanda-tanda (signs), karena jambang rambut tepi yang panjang merupakan ciri yang membedakan mereka dengan masyarakat Yaman muslim.

Pemakaian peyot bagi orang Yahudi Ortodoks berdasarkan pada penafsiran perintah di dalam Imamat 19:27, yaitu tentang larangan mencukur tepi rambut kepala. Dikatakan, "Janganlah kamu mencukur tepi rambut kepalamu berkeliling dan janganlah kamu merusakkan tepi janggutmu". Para rabi Yahudi menafsirkan kata pe'at di ayat tersebut sebagai rambut di depan telinga yang memanjang sampai ujung tulang pipi, sejajar dengan hidung. Karena itu mereka tidak mau memotongnya, bahkan membiarkannya sampai panjangnya melebihi tulang rahang.

Menurut Maimonides, panggilan untuk Modes ben Maimon, seorang filsuf Yahudi terkemuka abad pertengahan, mencukur rambut tepi kepala adalah kebiasaan kafir. Di Mishnah ditegaskan bahwa peraturan ini hanya berlaku bagi laki-laki.

Soal seberapa panjangkan Peyot ini saya mencoba menelusuri situs website Yahudi, chabbad.org. Dijelaskan panjang sebuah payot masih diperselisihkan. Beberapa orang memanjangkan sampai di bawah telinga, sementara yang lain sampai ke sisi telinga, yaitu, "tempat di mana tulang rahang atas dan bawah bertemu." Mereka harus berkonsultasi dahulu kepada Rabi mereka pendapat mana yang harus diikuti.

Meski diijinkan memangkas peyot, beberapa, terutama di kalangan Hassidic tertentu, memiliki kebiasaan untuk tidak pernah memotong peyotnya. Ada berbagai kebiasaan lain tentang peyot: ada yang menyembunyikan ke belakang telinga, membungkusnya di sekitar telinga atau memutar-mutarnya hingga panjang. Beberapa kebiasaan ini didasarkan pada ajaran mistis, sementara yang lain lebih didasarkan pada norma masyarakat. Tapi yang penting diingat adalah bahwa semua kebiasaan berbeda ini diluar persyaratan dasar peyot.

Kemudian mengenai pakaiannya orang Yahudi. Kalau dipelajari lebih dalam, Yahudi punya cara berpakaian yang rumit. Mulai dari cara pakai, dipakai untuk apa, dipakai oleh siapa bahkan dari bahan apa dibuat. Oleh karenanya yang saya bahas ini bagian umum-umum saja. Untuk pembahasan lanjutnya kita bahas di postingan baru mudah-mudahhan, in sya Allah.

Kenapa berpakaian serba hitam? shamash.org  menjawabnya. Hitam adalah warna Gevurah (severty), dan dengan demikian merupakan pakaian yang sesuai secara simbolis untuk kegiatan penting (ibadah, hari raya, dll.) Mereka yang mengenakan pakaian semacam itu sepanjang minggu menunjukkan bahwa kehidupan sehari-hari mereka juga terikat dalam divrei Yirah shamayim (fearing heaven).

Perlu dicatat bahwa warna hitam adalah warna tradisional untuk pakaian formal di antara banyak kalangan di abad 18 Masehi. Pakaian orang Yahudi Hassidic didasarkan pada apa yang dipakai Rebbes pertama, dan pada umumnya mewakili warna yang dikenakan oleh orang Polandia dan Eropa tengah lainnya.

Apakah ada sumber dalam ajaran Yahudi untuk memakai pakaian hitam? Tidak. Sebaliknya, fedora (topi bundar) dan jas umum adalah usaha untuk menyajikan penampilan yang seragam. Hal ini mirip dengan Hassidim, yang mengubah model pakaiannya pada saat pendirian mereka menjadi seragam (semua memakai hitam) untuk mendefinisikan keanggotaan dan melestarikan keunikan budaya mereka.

Walaupun yang tampak pada kita mereka memakai jas hitam, sebenarnya ada pakaian penting lagi yang harus mereka kenakan yaitu Tallit Katan. Jika diperhatikan ini lebih kepada pakaian dalamnya umat Yahudi Ortodox laki-laki yang harus dikenakan. Dikenal juga dengan sebutan TzitzitSelengkapnya baca ulasannya: Tallit (טלית) atau At-Tayalisah (الطَّيَالِسَةُ), Selendang Ibadah Kaum Yahudi

Mengenai pemakaian jas sendiri juga banyak model, ada Bekishe, Kapoteh dan Rekel setidaknya itu yang saya tahu.

Bekishe, atau beketshe, adalah mantel panjang, biasanya terbuat dari sutra hitam atau poliester yang dipakai oleh orang-orang Yahudi Hasidic, dan oleh beberapa orang non-Yahudi Hasidim Heredim. Bekishe ini dipakai terutama pada liburan Shabbat dan liburan Yahudi, atau di pesta pernikahan dan acara lainnya. Rabbi Hassidim yang memakai bekishe selama seminggu akan memakai versi yang lebih banyak hiasan untuk Shabbat, sering dilapisi beludru atau beberapa warna lain atau selain hitam.

Bagi pria Heredim yang sudah menikah memakai Kapoteh atau Frak. Memiliki jahitan yang unik dibandingkan Bekishe serta bisa terbuat dari wol dan sutra.

Untuk jas yang dipakai sehari-hari dari minggu hingga jumat (Yahudi libur pada hari sabtu yang disebut Sabbat) adalah Rekel. Sebelum penggunaan rekel sebagai pakaian standar Hasidic, mantel Hasidic umumnya tidak berbentuk, jubah putih dengan garis hitam atau multi-warna, disatukan oleh gartel (haduh gartel lagi, entarlah kapan-kapan saya jelaskan apa itu gartel). Perubahan dalam pakaian Hasidic terjadi menjelang akhir abad ke-19. Gaya lama masih dipertahankan oleh banyak komunitas di Yerusalem, bahkan yang non-Hasid.

Meskipun rekel itu dimaksudkan untuk penggunaan di hari kerja, beberapa Hasidim mengenakannya di Shabbat.

Kemudian kenapa memakai topi? sebenarnya alasannya sama seperti penggunaan jas seperti yang sudah dijelaskan diatas. Topi yang banyak dipakai oleh orang Yahudi ini disebut dengan Fedora atau Homburg. Karena dahulu pada awal abad ke-20 pakaian jas dan topi fedora menjadi pakaian umum oleh orang-orang eropa (coba lihat filmnya Charlie-Chaplene) hingga komunitas sekte Heredim dan Yahudi Orthodox lainnya menjadikan mode fashion ini sebagai pakaian khas mereka sehari-hari.

Mengenai pakaian kepala, ada satu jenis pakaian yang harus dipakai oleh Yahudi yaitu Yarmulke atau Kippah. Semacam peci bulat yang mirip dipakai juga sama ummat Islam dan juga dipakai oleh Paus di Vatikan. Merupakan topi setengah bola yang dipakai sesuai perintah agama mereka untuk menutup kepala. Kippah ini tidak saja dipakai oleh kaum Yahudi Orthodox melainkan juga Yahudi konservatif, Yahudi modern bahkan penganut Zionism.

Jadi mereka selain memakai topi fedora juga didalamnya ada kippah. Tidak hanya fedora, pakaian kepala mereka juga memiliki banyak model seperti Kashket, Kolpik, Sthreimel dan Spondik.

Kashket adalah topi, biasanya dibuat dari felt, dipakai terutama oleh anak-anak Yahudi Hasidic sebagai alternatif Kippah. Sejak awal abad ke-20 sampai Perang Dunia Kedua, banyak orang Yahudi Rusia dan Yahudi Polandia mengenakan topi ini sebagai bagian dari pakaian sehari-hari mereka.

Topi jenis ini diperkenalkan pada awal abad ke-19, sebagai pakaian kerja yang murah dan praktis untuk para pelaut dan pekerja pabrik di Eropa. Menjadi populer di kalangan masyarakat Yahudi Rusia perkotaan sebagai tanggapan atas otoritas yang melarang pakaian kepala Yahudi yang lebih tradisional.

Pada pertengahan abad ke-19 topi ini dipakai setiap hari oleh anak laki-laki Yahudi Hasidic di Inggris, Jerman, Rusia, Polandia, dan Amerika dari zaman Victoria sampai pertengahan abad ke-20. Namun pada hari ini umumnya terbatas pada Shabbat dan acara formal lainnya.

Kolpik adalah sejenis tutup kepala tradisional yang dipakai keluarga Rabbi Hasidim, oleh anak-anak yang belum menikah di Shabbat, dan oleh Rabbi sendiri pada acara-acara khusus.

Shtreimel adalah topi bulu yang dikenakan oleh banyak pria Yahudi ultra-Ortodoks yang sudah menikah, terutama (walaupun tidak eksklusif) kelompok Hasidim, pada hari Sabat dan hari libur Yahudi dan acara-acara perayaan lainnya. Di Yerusalem, shtreimel juga dipakai oleh Yahudi Yerushalmi (non-Hasidim yang termasuk dalam komunitas Ashkenazi asli).

Spodik adalah topi bulu tinggi yang dikenakan oleh beberapa Yahudi Haredi Hasidic, terutama anggota sekte yang berasal dari Kongres Polandia.


Jika kita lihat sekilas maka kolpik, shreimel dan spondik memiliki bentuk yang hampir sama. Sebenarnya mereka berbeda dan memiliki ciri khas tertentu. Kolpik terbuat dari bulu coklat, sedangkan spodik yang dikenakan oleh dinasti chassidic Polandia dibuat dari bulu hitam. Shtreimel terdiri dari beludru melingkar besar yang dikelilingi bulu. Biasanya dipakai hanya setelah menikah, kecuali di banyak komunitas Yerushalmi, di mana anak laki-laki memakainya dari mitzvah bar mereka. Daripada spondik, shtreimels lebih pendek, lebih lebar, dan berbentuk melingkar. Spodiks di sisi lain panjang, tinggi, tipis, dan silindris. Ada banyak jenis spodiks, ada juga yang agak mirip dengan shtreimel.

Mengenai pakaian kepala, rasanya tidak lengkap jika tidak dimasukkan Tallit Gadol, Adalah kain ibadah yang digunakan selama ibadah pagi (ibadah shacharit) dalam agama Yahudi, juga pada pembacaan Taurat, dan hari raya pendamaian (Yom Kippur). Pemakaian benda ini sesuai perintah dari Kitab Bilangan pasal 15.

Kain Tallit Gadol ini uniknya sering digunakan oleh sebagian orang untuk dibanding-bandingkan atau disama-samakan dengan shemagh atau ghutra yang sering dan banyak digunakan oleh kaum Arab Saudi, Dubai, Qatar, Bahrain dan sekelilingnya. Mengenai hal ini simak ulasan saya yang lalu: Shemagh/Ghutra Bukan Pakaian Khas Salafi Saudi & Tidak Bisa Disamakan Dengan Tallit Yahudi

Dari pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa mode cara berpakaian kaum Yahudi di era modern ini terbagi dua. Ada yang berdasarkan perintah agama seperti Peyot, jenggot, Tallit Katan, Kippah, Tallit Gadol dan sebagainya. Ada juga yang karena faktor historis seperti Bekishe, Kapoteh, Rekel, Kashket, Kolpik, Sthreimel, Spondik, Fedorah dan sebagainya. Mudah-mudahan tulisan ini menjawab rasa penasaran kita selama ini.

Saturday, May 6, 2017

Religion and Science

"People who believe in God or the supernatural don’t quite understand the physical world, claims a new study from researchers at the University of Helsinki.
The Finnish scientists also concluded that not only did they not understand nature and the biological world clearly, religious people tended to anthropomorphize, ascribing human qualities like feelings to inanimate objects such as rocks, wind and the like. They would agree with statements like "stones sense the cold"."
Paul Ratner. Big Think.
Is it true?
I do believe that one day people can understand our physical word without losing their faith of God.
I told many people that there are no contradictions between Religion and Science. But now, i can't figure out wheter I have said true or false.